Secara
garis besar ahli waris dalam Islam di bagi menjadi 2 golongan yaitu menurut
sebab mendapatkannya, dan menurut bagiannya.
A.MENURUT SEBAB MENDAPATKANNYA
Ahli waris dari segi sebab
mendapatkannya ada tiga golongan:
1.Ahli
waris Nasabiyah
2.Ahli
waris Sababiyah
3.wala’
1. Ahli waris Nasabiyah
Adalah mendapatkan waris
dengan jalan nasab atau kekerabatan. Ahli waris nasabiyah ini di bagi lagi
dalam tiga golongan, yaitu:
a.furu’ (anak turun [cabang] dari si mati)
·
Anak laki-laki
·
Anak perempuan
·
Cucu laki-laki pancar laki-laki
·
Cucu perempuan pancar laki-laki
·
Sampai ke bawah betapapun jauhnya
b.Ushul (leluhur [pokok]
yang menyebabkan adanya si mati)
·
Ayah
·
Ibu
·
Kakek (shohih)
·
Nenek (shohihah)
·
Sampai keatas betapun tingginya
c.Hawasyi (keluarga yang di
hubungkan dengan si mati dengan garis menyamping)[1]
·
Saudara laki-laki
·
Saudara perempuan
·
Saudara seayah
·
Saudari seayah
·
Saudara-saudari tunggal ibu
·
Paman
·
Dan anak turunnya tanpa membedakan laki-laki atau perempuan.
2.Ahli waris sababiyah
Adalah mendapatkan warisan
dikarenakan suatu sebab, yaitu pekawinan yang sah.
Syarat-syarat suami / istri bisa mewaris:
Pertama,
perkawinan yang dilakukan sah menurut syari’at islam
Kedua, ikatan perkawinan
antara suami-istri itu masih utuh/dianggap masih utuh. Perkawinan dianggap
masih utuh ialah apabila perkawinan itu telah diputuskan dengan talak raj’iy,
tetapi masa iddah raj’iy bagi seorang istri belum selesai. Perkawinan tersebut
dianggap masih utuh , karen adisaat iddah masih berjalan suami mempunyai hak
penuh untuk merujuk kembali bekas istrinya yang masih menjalankan iddah.[2]
3.Wala’
Wala’ dalam syari’at
mempunyai pengertian:
a. Kekerebatan
menurut hukum yang timbul karena membebaskan atau memberi hak emansipasi
terhadap budak
b. Kekerabatan
menurut hukum yang timbul karena adanya perjanjian tolong menolong dan sumpah
setia antara seseorang dengan seseorang yang lain.
Wala’ dalam arti yang
pertama disebut dengan wala’ul-‘ataqah atau ‘ushubah sababiyah , yakni
‘ushubah yang bukan disebabkan karena
adanya pertalian nasab, tetapi disebabkan karena adanya sebab telah membebaskan
budak. Wala’ juga dapat di masukkan kedalam ahli waris sababiyah.
Apabila seorang pemilik
budak telah membebaskan budaknya dengan mencabut hak kewaliannya dan hak
mengurusi harta bendanya, maka ia telah merubah status seeorang yang semula
tidak dapat bertindak, menjadi dapat memiliki, mengurusi dan mengadakan
transaksi-transaksi terhadap harta bendanya sendiri, dan dapat melakukan
tindakan hukum yang lain. Sebagai kenikmatan yang telah diberikan terhadap
budaknya dan sebagai imbalan atas melaksanakan anjuran syari’at untuk
membebaskan budak, syariat memberikan hak wala’ padanya. Oleh karena itu wala’
oleh Rasulullah SAW dianggap sebagai kerabat berdasarkan nasab, dalam sabdanya:
الوَلَاءُ لُحْمَةٌ كَلُحْمَةِ
النَّسَبِ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوْهَبُ (رواه الحا كم(:
“Wala’
itu adalah suatu kerabat sebagai kerabat nasab yang tidak boleh dijual dan
dihibahkan” (HR. Al-hakim).
Sedang
walak dalam arti kedua disebut dengan walaul-muwalah , misalnya seorang
berjanji sebagai berikut: “hai saudara, engkau adalah tuanku yang dapat
mewarisi aku jika aku telah mati dan dapat mengambil diyah (tebusan) untukku jika
aku dilukai seseorang”. Namun wala’ menjadi sebab mempusakai ini sudah di
nasakh dalam KUHW Mesir (jumhur ulama’).[3]
B. AHLI WARIS MENURUT
BAGIANNYA
Seperti
halnya ahli waris menurut sebab mendapatkannya, ahli waris dari segi bagiannya
pun di bagi menjadi tiga golongan, yaitu:
1.Dzawi
al-Furudl
2.Ashobah
3.Dzawi
al-Arham
1.
Dzawi al-Furudl dan Furudu al-muqaddarah_nya
Dzawi
al-furudl adalah ahli waris yang sudah diterntukan di dalam Al-Qur’an, yaitu
ahli waris langsung yang mesti selalu mendapat bagian tetap tertentu yang tidak
berubah-ubah[4].
Mereka semua ada dua belas orang, empat orang lelaki dan delapan orang wanita.
Ashhabul furudl dari lelaki adalah, suami, ayah, kakek sejati, dan saudara dari
ibu. Ashhabul furudl dari wanita ialah, isrti, ibu, nenek sejati, anak perempuan
sekandung, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan sekandung,
saudara perempuan seayah, dan saudara perempuan seibu[5]. Adapun rinciannya
masing-masing terdapat pada surat Annisa ayat 11,12, dan 176.
Para
ahli waris diatas (dzawi al- furudl) mempunyai bagian-bagian yang sudah di
tentukan dalam nash atau dengan ijma’ (furud al-muqaddarah). Syari’at Islam
menentukan furud al-muqaddarah tersebut ada 6 macam, yaitu:[6]
§
Dua pertiga (2/3)
§
Sepertiga (1/3)
§
Seperenam (1/6)
§
Seperdua/separo (1/2)
§
Seperempat (1/4)
§
Seperdelapan (1/8)
Diasamping furud al-muqaddarah yang 6
tersebut, masih terdapat satu macam furud al-muqddarah hasil ijtihad para
jumhur fuqaha, yaitu sepertiga sisa harta peninggalan. Adapun skema
pembagiannya adalah:
1.Ahli waris yang mendapatkan bagian dua
pertiga (2/3) ada 4 orang
a.
2 orang anak perempuan atau lebih, dengan ketentuan tidak
bersama dengan mu’ashibnya (yang menjadikannya ‘ashobah)
b.
2 orang cucu perempuan pancar laki-laki, dengan ketentuan
bila mereka tidak bersama-sama anak perempuan kandung atau mu’ashibnya.
c.
2 orang saudari sekandung atau lebih, dengan ketentuan
mereka tidak bersama-sama dengan mu’ashibnya.
d.
2 orang saudari seayah atau lebih, dengan ketentuan bila
simati tidak mempunyai anak perempuan kandung, atau cucu perempuan pancar
laki-laki, atau saudari kandung.
2.Ahli waris yang mendapatkan bagian sepertiga (1/3)
a.
Ibu, dengan ketentuan ia tidak bersama-sama dengan far’u
waris, laki-laki maupu permpuan atau bila ia tidak bersama-sama dengan 2 orang
saudara-saudari sekandung atau seayah atau seibi saja.
b.
Anak-anak ibi (saudara seibu bagi si mati) laki-laki maupun
perempuan 2 orang atau lebih, dengan ketentuan bila mereka tidak bersama-sama
far’u waris laki-laki maupun perempuan atau tidak bersama-sama denagn ashlu
waris laki-laki (seperti ayah, kakek shahihah).
3.Ahli waris yang mendapatkan bagian
sepererenam (1/6) ada 7 orang, yaitu:
a.
Ayah, dengan ketentuan bila ia bersama-sama dengan far’u
waris laki-laki (yaitu anak laki-laki, cucu laki-laki pancar laki-laki betapa
jauh menurunnya)
b.
Ibu, dengan ketentuan bila ia mewarisi bersama-sama dengan
far’u waris secara mutlak atau bersama-sama dengan dua orang atau lebih saudara saudari secara mutlak.
c.
Kakek shahih, bila ia mewarisi bersamasama far’u waris
laki-laki.
d.
Nenek shahihah, bila ia tidak bersama-sama dengan ibu.
e.
Saudara seibu, laki-laki maupun perempuan, bila ia mewarisi
bersama-sama dengan far’u waris laki-laki maupun perempuan atau mewarisi
bersama-bersama dengan ashlu waris laki-laki.
f.
Cucu perempuan pancar laki-laki, bila ia
mewarisibersama-sama dengan seorang anak perempuan kandung.
g.
Seorang saudari seayah atau lebih, bila ia bersama-sama
dengan saudari kandung.
4.Para ahli wris yang mendapatkan bagian
seperdua (1/2), ada 5 orang, yaitu:
a.
Seorang anak perempuan, dngan ketentuan bila ia tidak
bersama dengan anak laki-laki yang menjadi mu’ashibnya.
b.
Seorang cucu perempuan pancar laki-laki, dengan ketentuan
bila ia tidak bersama-sama dengan anak perempuan atau orang laki-laki yang
menjadi mu’ashibnya.
c.
Suami, bila ia tidak bersama-sama far’u waris.
d.
Seorang saudari kandung, bila ia tidak mewarisi bersama-sama
dengan mu’ashibnya.
e.
Seorang saudari seayah, bila ia tidak bersama-sama dengan
anak perempuan kandung, atau cucu perempuan pancar laki-laki, atau saudari
kandung.
5.Para ahli waris yang
mendapatkan bagian seperempat (1/4), ada 2 orang, yaitu:
a.
Suami, dalam keadaan bila ia mewarisi bersama-sama dengan far’u waris bagi si
istri, baik yang lahir dari perkawinannya dengan suami tersebut, maupun yang
lahir dari perkawinannya dengan suami yang terdahulu.
b.
Istri, dengan ketentuan bila tidak mewarisi bersama-sama
dengan far’u waris, baik yang lahir dari perkawinannya iti sendiri, ataupn
dengan istri yang terdahulu.
6.Ahli waris yang
mendapatkan bagian seperdelapan (1/8), hanya 1 orang, yaitu istri dalam keadaan
bila ia mewarisi bersama-sama dengan far’u waris bagi suami, baik yang lahir
dari perkawinannya dengan istri tersebur, maupun istri terdahulu.
Adapun bagian sepertiga sisa (hasil ijtihad fuqaha)
dimiliki oleh ibu, dalam keadaan ia mewarisi bersama-sama dengan ayah dan salah
seorang dari suami-istri bagi si mati. [7]
2.’Ashabah dan bagiannya
Lafadz ashobah menurut bahasa berarti kerebat seseorang
dari jurusan ayah atau anak lelaki dan kaum kerabat dari pihak bapak[8]. Menurut istilah Fradhiyun
ialah: ahli waris yang tudak mendapat bagian yang sudah dipastikan besar
kecilnya yang telah disepakati oleh fuqoha maupun yang belum disepakati oleh
mereka.
Sedangkan menurut ajaran kewarisan patrilineal syafi’i
ialah: golongan ahli waris yang mendapatkan bagian terbuka atau sisa.
Ahli waris ahobah ini menurut pembagian hazarain dalam
bukunya “Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Qur’an” dinamakan ahli waris
bukan dzul faraidl, yang kemudian beliau membagi ahli waris ashobah menjadi 3 golongan,
yaitu: ashobah binafsihi, ashabah bilghoiri, ashobah ma’alghoir.[9]
a.
ashobah binafsi
Ialah kerabat laki-laki yang bipertalikan dengan si mati
tanpa diselingi oleh orang perempuan. Golongan ashobah binafsi ini berhak
mendapatkan semua harta atau semua sisa, yang termasuk di dalamnya yaitu:
·
Anak laki-laki;
·
Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus kebawah asal
saja pertaliannya masih terus laki-laki;
·
Ayah;
·
Kakek dari pihak ayah dan terus ke atas asal saja
pertaliannya belum putus dari pihak ayah;
·
Saudara laki-laki sekandung;
·
Saudara laki-laki seayah;
·
Anak saudara laki-laki sekandung;
·
Anak saudara laki-laki;
·
Paman yang sekandung dengan ayah;
·
Paman yang seayah dengan ayah;
·
Anak laki-laki paman yang sekandung dengan ayah;
·
Anak laki-laki paman yang seayah dengan ayah;[10]
Bagian ahli waris ‘ashobah
binafsi:
Jika
ashobah binafsi ini mewarisi bersama-sama dengan ahli waris ashhabul furudl,
maka mereka menerima sisa dari ashabul furudl selama bagian-bagian mereka yang
terkahir tidak sampai menghabiskan seluruh harta peninggalan. Dengan demikian
bisa terjadi para ahli waris ashobah, tidak memperoleh bagian sedikitpun, bila
ternyata harta peninggalan sudah terwariskan habis oleh ashhabul furudl.
Jika
ashobah itu hanya seorang diri saja dan masih ada sisa harta peninggalan, atau
para ahli waris yang bakal mewarisi tidak ada golongan ashhabul furudlnya sama
sekali, maka sisa atau seluruh harta peninggalan diwarisinya sendiri, tetapi
jika ashobah lebih dari satu maka diadakan seleksi menurut garis keturunannya
(jihat).
Adapun
garis keturuna (jihat) ashobah binnafsi adalah:
a.
jihat bunuwwah: keturunan langsung dari yang meninggal,
seperti anak laki-laki, cucu laki-laki pancar laki-laki walaupun betapa rendah
derajadnya.
b.
Jihat ubuwwah: asal (orang tua) dari yang meninggal, ayah
dan nenek sejati walaupun sudah berapa tinggainya.
c.
Jihat ukhuwahpersaudaraan dengan yang meninggal, termasuk
saudara laki-laki seibu sepabak (saudara kandung) atau sebapak, dan anak lelaki
mereka walaupun berapa jauhnya.
d.
Jihat umummah: bersepupu (misan) dari yang meninggal, paman
dari yang meninggal, paman dari kakek sejati, berapun tingginya, dan juga anak
lelaki dari anak lelaki mereka berapapun jauhnya.[11]
b.
ashabah bilghoir
Ialah,
seorang wanita yang menjadi asahabah karena ditarik oleh seorang laki-laki.
Pengertian yang lain yang dikemukakan Drs.Fatchur Rahman dalam bukunya Ilmu
Waris ialah, setiap perempuan yang memerlukan orang lain untuk menjadikan
ashabah dan untuk bersama-sama menerima ushubah.
Ashabah
bilghoir itu ada 4 orang wanita, keempatnya dari golongan asahabul furudl yang
mendapatkan ½, kalau dia hanya seorang, dan mendapatkan 2/3 kalau lebih dari
seorang, mereka adalah:
·
Anak perempuan kandung
·
Cucu perempuan pancar laki-laki
·
Saudari sekandung
·
Saudari tunggal ayah
Orang-orang laki-laki
yang menjadikannya ashobah:
·
Anak laki-laki kandung > anak perempuan kandung
·
Cucu laki-laki pancar laki-laki > cucu perempuan pancar
laki-laki
·
Saudara sekandung > saudarinya yang sekandung
·
Saudara seayah >saudarinya yang seayah
·
Kakek > saudari seknadung atau seayah (dalam beberapa
keadaan saja)
Syarat-syarat menjadi
ashabah bilghair:
·
Perempuan yang menjadi ashabah tergolong ahli waris asbabul
furudl
·
Perempuan yang menjadi ashabah ada persamaan keturunan
dengan mu’asibnya
·
Adanya persamaan derajat antara orang perempua dengan
mu’ashibnya
·
Adanya persamaan kekuatan kerabat[12]
c.
ashabah ma’alghair
Ialah, saudara perempuan
yang mewaris bersama keturunan dari pewaris, mereka adalah:
·
Saudara perempuan sekandung
·
Saudara perempuan seayah
Kedua orang tersebut dapat
menjadi ashabah ma’alghair dengan syarat-syarat:
·
Berdampingan dengan seorang atau beberapa orang anak
perempuan atau cucu perempuan pancar laki-laki sampai berapapun jauh
menurunnya.
·
Tidak berdampingan dengan saudaranya yang menjadi
mu’ashibnya (saudara laki-laki)[13]
3.Dzawi al-arham
Pengertian
dzawi al-arham ialah: orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris
melalui pihak wanita saja. Sedangkan ulama’-ulama’ faraidh menyatakan bahwa
dzawi al-arham adalah para ahli waris
selain ashab al-wurudl dan ashabah.
Pembagian dzawi
al-arham:
§
Orang yang berhubungan dengan orang yang meninggal, sedang
ia bukan dzawi al-furudh atau ashabah.
§
Orang yang berhubungan dengan yang meninggal, karena yang
meninggal itu dinishbatkan kepada mereka lantaran mereka adalah ayah-ayah dari
yang meninggal.
§
Orang yang berhubungan kepada ayah dan ibu yang meninggal
§
Orang-orang yang berhubungan kepada kakek-kakek yang
meninggal[14].
Pusaka dzawi al-arhan:
Para
fuqaha’ golongan shahabt, tabi’in dan imam-imam madzhab yang menyusul kemudian
memperselisihkan apakah dzawi al-arham itu dapat mempusakai harta peninggalan
atau tidak. Dalam hal ini terdapat dua pendapat yang saling berlawanan, yaitu:
Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa dzawi
al-arham itu tidak dapat mewarisi sama sekali. Jadi andaikan ada seorang yang
meninggal duniadengan tidak meninggalkan ahli waris dzawi al-furudl atau
ashabah, harta warisnya diserahkan ke baitul mal, meakipun ia meninggalkan ali
waris dzawi al-arham.
Ulama’-ulama’
yang berpendapat demikian dari golongan shahabat adalah Zaid bin Tsabit dan
Ibnu Abbas r.am,,dari golongan tabi’in adalah Sa’id Ibnu al-Musayyab, Sa’ad bin
Jubair, dab dari golongan fuqaha yang terkenal ialah, Sufyan as-Tsauri, Imam
Malik, Imam as-Syafi’iy, al-Auza’i, dan Ibnu Hazm.
Kedua,
pendapat yang mengatakan bahwa dzawi al-arham dapat mewarisi harta peninggalan,
bila seorang yang meninggal dunia tidak meninggalkan ahli waris dzawi al-furudh
yang dapat menerima radd atau ahli waris ashabah.
Diantara
ulama’ yang berpendapat demikian dari golongan shahbat adalah 4 khulafa
al-rasyidin, Ibnu Mas’ud, Mi’adz bin Jabbal r.um.. dari golongan tabi’an antara
lain ialah Syuraih Alqodli, Ibnu Sirrin Atha’ dan Mujahid, dari golongan imam
madzhab dan mujtahid ialah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad bin Hambal, Abu yusuf,
dan fuqaha’-fuqaha’ terkemudian dari pengikut setia mazhab Syafi’iyah, dan
Malikiyah.[15]
Syarat-syarat
pusaka dzawi al-arham
§
Sudah tidak ashabul furudl atau ashabah sama sekali, bila
msiah ada seorang saja diantara mereka, mka dzawi al-arham tidak dapat menerima
waris sama sekali.
§
Bersama dengan salah seorang suami atau istri.[16]
Rahman, Fatchur, Ilmu Waris,
PT Ma’arif, Bandung; 1981
Suparman,
Eman, Hukum Waris Indonesia (dalam Perspektif Islam, Adat, Dan BW),
PT Refika Aditama,
Bandung; 2005
Ash-Shiddieqy, Hasby, Fiqh
Mawaris, PT Pustaka Rizki Putra, Semarang;1997
[1] Ilmu waris, Drs. Fatchur
Rahman, PT. Al-Ma;arif Bandung
[2] Ilmu waris, Drs. Fatchur
Rahman, PT. Al-Ma;arif Bandung, 115
[3] Ibid, 122
[4] Hukum waris Indonesia,
Dr.Eman Suparman, PT Refika Aditama, Bandung, 17
[5]Fiqh Mawaris,
Prof.DR.Hasbi Ash Shiddieqy; Semarang, 65
[6] Ilmu waris, Drs. Fatchur
Rahman, PT. Al-Ma;arif Bandung, 128
[7] Ilmu waris, Drs. Fatchur
Rahman, PT. Al-Ma;arif Bandung,130
[8] Hukum waris Indonesia,
Dr.Eman Suparman, PT Refika Aditama, Bandung,18
[9] Ibid,18
[10] Hukum waris Indonesia,
Dr.Eman Suparman, PT Refika Aditama, Bandung,19
[11] Fiqh Mawaris,
Prof.DR.Hasbi Ash Shiddieqy; Semarang,164
[12] Ilmu waris, Drs. Fatchur
Rahman, PT. Al-Ma;arif Bandung,347
[13] Ibid,348
[14] Fiqh Mawaris,
Prof.DR.Hasbi Ash Shiddieqy; Semarang,236
[15] Ilmu waris, Drs. Fatchur
Rahman, PT. Al-Ma;arif Bandung,353
[16] Ibid,357
semangat nulis, salam kenal. :D
BalasHapusok,,,thx ya,, lam knal juga sob..
BalasHapussyukron...
BalasHapus